Seiring menguatnya nilai tukar dolar Amerika Serikat, industri pulp dan kertas berpotensi meraup untung dari selisih kurs transaksi ekspor.
Presiden Direktur PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) Kusnan Rahmin menuturkan harga ekspor produk pulp dan kertas cenderung stabil. Namun, penguatan dolar AS membuat harga jual lebih tinggi apabila dikonversi dalam rupiah.
Harga tidak berubah, ini selisih kurs saja. Kita jual ekspor kan dalam dolar, otomatis nilainya dalam rupiah lebih tinggi, " ujar Kusnan, selasa(27/8).
Apabila dikalkulasi, depresiasi kurs dari Rp 9.500/US$ menjadi Rp 11.000/US$ berpotensi meningkatkan nilai ekspor sekitar 15%.
Disisi ongkos produksi, lanjutnya, penguatan dolar AS berpotensi mengerek harga sejumlah komponen impor, misalnya pulp serat panjang dan sejumlah bahan kimia. "Dolar mahal juga meningaktkan ongkos produksi karena bebrapa komponen kita impor," kata Kusnan.
Produksi pulp dan kertas RAPP diproyeksi mencapai 3 juta ton/tahun yang terdiri dari 2,2 juta ton bubur kertas dan 800.000 ton kertas. Adapun orientasi ekspornya mencapai sekitar 70% dati total produksi dengan pangsa pasar antara lain : China, India, Asean, dan Timur Tengah.
Sementara itu, Direktur Bina Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan Kementrian Kehutanan Dwi Sudharto menuturkan penguatan dolar AS berdampak positif terhadap ekspor produk kehutanan.
Berdasarkan data Sistem Informasi Legalitas Kayu (SILK), ekspor kayu panel per Agustus mencapai US$ 1,93 miliar, adapun ekspor pulp dan kertas tercatat sekitar US$ 1 miliar.
(Ana Novianti)
Sumber : Busines Indonesia